Sabtu, 29 Agustus 2015
MENCINTAI BAHASA ARAB
Saya sedikit memiliki penguasaan di bidang bahasa Arab. Bisa memahami teks Arab meski masih sering dibantu kamus. Bisa menulis dengan bahasa Arab meski tak begitu indah dibaca. Bisa memahami keterangan-keterangan guru saya dari timur tengah meski hanya meraba-raba. Dan bisa sedikit (sedikiiiit banget) berbicara dengan bahasa Arab dengan lahjah jawa yang terbata-bata.
Hal yang saya alami, ternyata juga dialami oleh suami saya. Sebenarnya kami cinta dengan bahasa Arab, hanya kecakapan untuk berinteraksi dengan bahasa Arab sungguh sangat kurang. Pertama, memang kami kurang pede berlatih sebelumnya. Dan kedua, karena ga pede itulah maka sebelum menikah kami belum menemukan partner yang tepat untuk diajak berkomunikasi dengan bahasa Arab. Maka salah satu barokah menikah ini lah, perlahan kami mulai membiasakan bercakap dengan bahasa Arab.
Sebenarnya tujuan kami berbahasa Arab sehari-hari bukan karena ingin mahir-mahiran, bukan karena akan jadi tenaga kerja di Arab, juga bukan ingin bergaya bahasa Araban. Asal mulanya, kami sama2 punya hobi nonton video habib Umar bin Salim bin Hafidh yang kami download dari youtube. Berawal dari situ lah tertanam di hati saya dan suami saya sebuah rasa rindu, cinta dan keinginan yang sangat tinggi untuk bertemu dengan habib Umar. Kami pun sama-sama membayangkan dan memimpikan, bagaimana caranya bisa ke Tarim untuk bertemu beliau. Tak cukup sampai situ kami membayangkan pula bagaimana nantinya jika habib Umar datang ke rumah ini, apa saja yang kami siapkan untuk menyambut beliau, dan bagaimana kami akan berinteraksi dengan beliau. Mungkin, impian yang kedua itu terlalu lebay tapi itulah impian seorang murid yang sangat mencintai gurunya. Mempersiapkan interaksi dengan ulama’ idola inilah yang kemudian menjadi alasan bagi kami berdua untuk membiasakan berkomunikasi dengan bahasa Arab.
Alasan kedua yang mendorong kami untuk lebih sering menggunakan bahasa Arab adalah, pada Desember 2013 di sekolah pascasarjana UIN Maliki Malang pernah kedatangan Syeikh Ali as-Shobuni, seorang ulama’ tafsir yang menulis tafsir shofwatul bayan. Dan di season tanya jawab yang hanya diberikan pada 3 penanya, kebetulan saya mendapat kesempatan untuk bertanya pada beliau. Maka, dengan bahasa Arab yang terbata-bata dan banyak keliru di sana-sini hingga ditertawakan oleh beliau, saya bertanya, “Ya Syaikh, kenapa sering kali saya menemukan kitab-kitab tafsir al-Qur’an ditulis oleh seorang lelaki? Kenapa saya tidak menemukan seorang perempuan yang menulis sebuah kitab tafsir? Apakah perempuan tidak memiliki kapabilitas untuk menulis kitab tafsir seperti mufassir yang lain? Saya seorang muslim dan anda pun seorang muslim (di forum itu saya keliru mengungkapkan “ana muslim wa anta muslim”), tapi kenapa anda bisa menulis sebuah kitab tafsir al-Qur’an sedangkan saya tidak bisa..? Apakah mustahil perempuan menjadi seorang mufassiroh? Dan seumpama perempuan juga memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menjadi seorang ahli tafsir, maka apa sajakah yang harus kami siapkan dari sekarang?”
Singkat cerita, jawaban Syaikh Ali As-Shobuni, adalah selain kita harus hafal al-Qur'an dan memiliki kecakapan di bidang ilmu qiro'ah, tafsir, ilmu tafsir, asbab nuzul, ushul fiqh, kita juga harus menguasai ilmu alat bahasa Arab, yang mencakup nahwu, shorof, balaghoh, mufrodat dsb karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Maka untuk memahaminya, mau tidak mau kita harus punya penguasaan yang matang terhadap bahasa Arab. Dan dalam jawabannya, sambil tertawa beliau menyinggung pernyataan saya yang keliru tadi “ana muslim” yang seharusnya “ana muslimah”. Beliau banyak menyarankan untuk mengasah kemampuan saya di bidang bahasa Arab. Yang paling mengesankan buat saya waktu itu adalah, beliau berdoa agar kelak saya dan banyak perempuan lainnya menjadi ahli tafsir di masa depan. Gusti,,, semoga Engkau mengabulkan doa seorang ulama’ ahli Qur’an-Mu yang ditujukan untuk hamba… Amiiiin…
Alasan ketiga, alasan yang paling utama, adalah karena sebuah hadits Nabi:
أحبوا العرب لثلاث لأنى عربي والقرآن عربي وكلام أهل الجنة عربي. رواه الطبراني
Karena kami mencintai dan mengikuti Nabi, maka kami mencintai bahasa Arab. Karena kami mencintai dan ingin memahami al-Qur’an, maka kami mencintai bahasa Arab. Dan karena kami ingin menjadi penduduk surga, maka kami mencintai bahasa Arab…
Hubban lil ‘Arobiyyah
Wajak, 29 Agustus 2015 pukul 23:52 WIB
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar