Apa yang dialami amal kita
saat dibawa ke langit?
Diriwayatkan
oleh Ibnu Mubarok Rohimahullah, dari Kholid bin Ma’dan.
Kholid pernah berkata
kepada Mu’adz bin Jabal, “Wahai Mu’adz, ceritakanlah kepadaku
suatu hadits yg pernah kau dengar dari Rosulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam hingga engkau menghafalnya dan mengingatnya karena sangat
berat dan detail.”
Kemudian Mu’adz
menangis sangat lama hingga Kholid menduga
ia tak akan berhenti menangis. Lalu Mu’adz pun terdiam dan berkata
dg perasaan yg sedih: Alangkah rindunya diriku pada baginda Rosul
Shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh rindu ingin bertemu. Kemudian
Mu’adz melanjutkan perkataannya: Aku pernah mendengar Rosulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wahai Mu’adz,
aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadits yg mana jika engkau
menjaganya, maka akan memberimu manfaat di hadapan Allah, namun jika
engkau menyia-nyiakannya, maka kau akan kehabisan hujjah di hadapan
Allah kelak di hari kiamat. Wahai Mu’adz, sesungguhnya Allah
Tabaaroka wa ta’ala menciptakan 7 malaikat sebelum menciptakan
langit dan bumi. Dan ketika Dia menciptakan
langit-langit itu, Dia menempatkan 1 malaikat sebagai penjaga pintu
di tiap langit tersebut.
Tiap pagi hingga
sore malaikat hafadhoh naik ke langit dunia dengan membawa amal
seorang hamba, amal itu bercahaya seperti
cahaya matahari. Langit pertama ini adalah langit yang paling dekat
dg dunia dan pintunya memiliki gapura yg terbuat dari emas, gemboknya
dari cahaya dan kuncinya adalah asma’ullah al-a’dhom. Malaikat
hafadhoh ini menganggap amal yg dibawanya adalah amal yg bagus dan
banyak, namun malaikat penjaga langit pertama tersebut berkata
padanya, “Pukulkan amal ini pada pemiliknya. Saya adalah malaikat
yang dipasrahi untuk menolak amalnya orang yang ghibah. Allah
memerintahanku untuk tidak meninggalkan amal orang yg ghibah dan tak
membiarkannya melewatiku.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal baik hamba yg tidak ghibah, amal itu bercahaya
dan malaikat hafadhoh menganggapnya bagus dan banyak. Ia pun berhasil
melewati langit yg pertama dan sampailah pada langit kedua (bernama
“al-maa’uun”) yang terbuat dari besi dan marmer putih.
Malaikat penjaga langit kedua (bernama Rouba’il) pun berkata,
“Berhentilah dan pukulkanlah amal ini pada pemiliknya. Karena ia
hanya menginginkan kepentingan dunia dg amal ini. saya adalah
malaikat yg dipasrahi untuk menolak amal hamba yang membanggakan
dirinya. Allah menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan
tak membiarkannya melewatiku. Karena ia membanggakan dirinya di
hadapan manusia.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya, seperti shodaqoh, sholat,
puasa dan kebaikan2 lainnya. Amal2 tersebut membuatnya kagum,
ia pun berhasil melewati langit pertama dan kedua dan sampailah pada
langit ketiga (bernama Haribut) yg terbuat dari tembaga (waqila: dari
besi). Bacaan penduduk langit itu adalah subhanal
hayyi alladzi la yamut (barang siapa yg
membaca tasbih ini maka ia mendapat pahala seperti pahala penduduk
langit Haribut). Namun penjaga langit tersebut berkata pada malaikat
hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada pemiliknya. Saya
adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amalnya orang yg sombong.
Allah memerintahkanku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan
tidak membiarkannya melewatiku. Pemilik amal ini sombong di hadapan
manusia.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya seperti cahaya bintang dan
berdengung seperti dengungan lebah, dengungan sayap burung dan
dengungan angin, meliputi amal bacaan tasbih, sholat, puasa, haji,
umroh. Amal ini berhasil melewati 3 langit sebelumnya dan sampailah
pada langit keempat (bernama az-Zahir) yg terbuat dari tembaga
(waqila: dari perak). Bacaan tasbih penduduknya adalah “subhanal
malikil quddus” (barangsiapa yg
membaca tasbih ini, maka ia mendapat pahala seperti pahala penduduk
langit az-zahir). Namun malaikat penjaga langit tersebut berkata pd
malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah,
punggung dan perut pemiliknya. Saya adalah malaikat yg dipasrahi
menolak amalnya orang yg punya sifat ‘ujb (mengagumi diri sendiri).
Tuhanku menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan
membiarkannya melewatiku. Sesungguhnya orang ini ketika beramal
merasa kagum atas dirinya sendiri.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba berupa jihad, haji dan umroh yg bercahaya
seperti cahaya matahari. Ia berhasil melewati 4 langit dan sampailah
pada langit kelima (bernama al-musharoh) yg
terbuat dari perak (waqila: dari emas). Amal yg dibawanya tersebut
dihiasi indah bagaikan pengantin. Namun malaikat penjaga langit
tersebut berkata pada malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan
amal ini pada wajah pemiliknya dan bebankan pada pundaknya. Saya
adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amal orang yg hasud.
Sesungguhnya orang ini hasud pd orang lain yg sedang belajar dan
beramal sepertinya, dan setiap kali ada orang lain yg lebih utama
ibadahnya daripada dirinya, maka ia hasud padanya dan ngerasaninya.
Tuhanku menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan
membiarkannya melewatiku.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya seperti cahaya matahari
berupa wudlu’ yg sempurna, sholat, zakat, haji, umroh, jihad dan
puasa. Ia berhasil melewati kelima langit dan sampailah pada langit
keenam (bernama al-kholishoh) yg terbuat dari emas (waqila: dari
intan). Malaikat penjaga langit ini (bernama Thouthoil) berkata pada
malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah
pemiliknya. Karena ia sama sekali tidak memiliki kasih sayang pd
hamba Allah yg lain ketika mereka tertimpa musibah atau sakit. Tapi
ia malah bergembira dengan musibah itu. Saya adalah malaikat yg
dipasrahi untuk menolak amal orang yg tidak berbelas kasih. Tuhanku
menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan membiarkannya
melewatiku.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba berupa puasa, sholat, sedekah fi
sabilillah, jihad dan wira’i. Amal-amal
itu bersuara seperti suara lebah dan bercahaya seperti matahari.
(dalam kitab minhajul abidin: bersuara seperti suara petir dan
bercahaya seperti kilat). Amal itu disertai oleh 3000 malaikat dan
mereka berhasil melewati 6 langit sebelumnya dan sampailah pada
langit ketujuh (bernama al-Labiyah) yg terbuat dari yaqut merah.
Bacaan tasbih penduduknya adalah “subhana
kholiqin nur” (Barangsiapa yg membaca
tasbih ini, maka akan mendapat pahala sebagaimana pahala penduduk
langit ketujuh). Namun malaikat penjaga langit ini berkata pada
malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada seluruh
anggota tubuh pemiliknya. Aku diperintah oleh Tuhanku untuk
menghalangi setiap amal yg dilakukan bukan untuk ridlo Tuhanku. Orang
ini beramal karena selain Allah. Ia ingin dianggap agung di kalangan
fuqoha’ dan ulama’, ingin pangkat di kalangan pembesar, dan ingin
dikenal sebagai orang baik oleh seluruh manusia. Tuhanku
memerintahkanku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan
membiarkannya melewatiku. Setiap amal yg bukan karena Allah adalah
riya’, dan Allah tak menerima amalnya.”
Esoknya malaikat
hafadhoh membawa amal hamba berupa sholat, zakat, puasa, haji, umroh,
akhlaq mulia, berdiam diri dari segala hal yg tak bermanfaat untuk
dunia dan akhirat, dzikir Allah baik dalam sepi maupun keramaian ,
hingga amal-amal itu diikuti oleh para malaikat yg menjaga 7 langit
hingga sampai pada Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka berdiri di
hadapan-Nya dan menyaksikan bahwa amal itu sholih dan murni ikhlas
untuk Allah Ta’ala. Allah pun dawuh, “Kalian adalah malaikat yg
mengawasi amal hamba-Ku, namun Aku adalah Dzat Yang Mengawasi apa
yang ada di hatinya. Sesungguhnya orang ini tidak mengharapkan-Ku
dengan amal ini, ia mengharapkan selain-Ku. Maka baginya la’nat-Ku”
Para malaikat pun sama-sama berkata, “Baginya la’nat-Mu dan
la’nat kami.” Maka orang itu pun dilaknat oleh seluruh penduduk
langit.
Mu’adz bin Jabal
rohimahullah menangis dan berteriak keras. Ia berkata, “Ya
Rosulullah, engkau adalah utusan Allah sedangkan saya hanyalah
Mu’adz. Bagaimana saya bisa selamat dari hal-hal itu?” Rosulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Wahai Mu’adz,
ikutilah keyakinanku meski ada kekurangan pada amalmu.
Wahai Mu’adz, jagalah
lisanmu dari ghibah teman-temanmu, terutama pada orang2 yg menghafal
al-Qur’an.
Tanggunglah dosamu
sendiri, jangan membebankannya pada orang lain
Jangan menganggap suci
dirimu sendiri dengan mencela orang lain
Jangan meninggikan dirimu
di atas orang lain dengan merendahkan mereka
Jangan masukkan
kepentingan dunia pada amal akhirat
Jangan riya’ atas amalmu
Jangan sombong di majlismu
agar orang lain tak takut dengan keburukan akhlaqmu
Jangan berbisik pada
seseorang sedangkan ada 1 orang lagi di situ
Jangan menganggap agung
dirimu sendiri di hadapan orang lain sehingga kau terputus dari
kebaikan dunia dan akhirat
Jangan merobek hati orang
lain dengan lisanmu (melalui ghibah dan hinaan), maka kau akan
dirobek-robek oleh anjing neraka kelak di hari kiamat
Allah Ta’ala
berfirman “wan naasyithooti nasythoo”
tahukah kau wahai Mu’adz, apa itu?”
Mu’adz menjawab “Apa
itu wahai Rosulullah? Ayah dan ibuku sebagai penebusmu.”
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Itu adalah anjing-anjing
di neraka yang mencopot daging dari tulang penyangganya.”
Mu’adz berkata,
“Wahai Rosulullah, ayah dan ibuku sebagai penebusmu. Siapakah yg
akan kuat dan selamat dari hal ini?”
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai Mu’adz, semua
pesan yang kukatakan akan terasa mudah bagi orang2 yg memang
dimudahkan oleh Allah Ta’ala. Kau cukup mencintai manusia seperti
engkau mencintai dirimu sendiri, dan membenci keburukan yg menimpa
mereka seperti jika engkau membenci keburukan yg menimpamu. Dengan
demikian kau akan selamat”
Kholid bin Ma’dan pun
berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yg lebih banyak bacaan
al-Qur’annya melebihi Mu’adz bin Jabal karena hadits yg agung
ini.”
Penting: Entahlah, mana yg
harus digarisbawahi. Semuanya penting, dan semuanya bikin saya
merinding. Intinya kita harus bisa menjaga hati, agar tidak sampai
terkotori oleh ma’siat-ma’siat bathin, baik itu terkait dengan
hablun min Allah, maupun hablun min an-naas.
Semoga amal baik yg kita
kerjakan (yg sejatinya kemauan, kesempatan, semangat dan kekuatan
untuk beramal baik itu adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala) diterima oleh Allah dan bukan menjadi media la’nat bagi
kita.
Sumber: Syaikh
Muhammad Nawawi al-Jawi, Syarh
Muroqil ‘Ubudiyyah ‘ala Matni Bidayatil Hidayah,
(Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah,
2010), hal: 152-158
Semoga bermanfa’at.
PP. Miftahul Huda, Malang
1 Januari 2014.
Pukul 22.10 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar