Kamis, 02 Januari 2014

Apa yang Dialami Amal Kita Saat Dibawa ke Langit?

Apa yang dialami amal kita saat dibawa ke langit?




Diriwayatkan oleh Ibnu Mubarok Rohimahullah, dari Kholid bin Ma’dan.

Kholid pernah berkata kepada Mu’adz bin Jabal, “Wahai Mu’adz, ceritakanlah kepadaku suatu hadits yg pernah kau dengar dari Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hingga engkau menghafalnya dan mengingatnya karena sangat berat dan detail.”

Kemudian Mu’adz menangis sangat lama hingga Kholid menduga ia tak akan berhenti menangis. Lalu Mu’adz pun terdiam dan berkata dg perasaan yg sedih: Alangkah rindunya diriku pada baginda Rosul Shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh rindu ingin bertemu. Kemudian Mu’adz melanjutkan perkataannya: Aku pernah mendengar Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Wahai Mu’adz, aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadits yg mana jika engkau menjaganya, maka akan memberimu manfaat di hadapan Allah, namun jika engkau menyia-nyiakannya, maka kau akan kehabisan hujjah di hadapan Allah kelak di hari kiamat. Wahai Mu’adz, sesungguhnya Allah Tabaaroka wa ta’ala menciptakan 7 malaikat sebelum menciptakan langit dan bumi. Dan ketika Dia menciptakan langit-langit itu, Dia menempatkan 1 malaikat sebagai penjaga pintu di tiap langit tersebut.

Tiap pagi hingga sore malaikat hafadhoh naik ke langit dunia dengan membawa amal seorang hamba, amal itu bercahaya seperti cahaya matahari. Langit pertama ini adalah langit yang paling dekat dg dunia dan pintunya memiliki gapura yg terbuat dari emas, gemboknya dari cahaya dan kuncinya adalah asma’ullah al-a’dhom. Malaikat hafadhoh ini menganggap amal yg dibawanya adalah amal yg bagus dan banyak, namun malaikat penjaga langit pertama tersebut berkata padanya, “Pukulkan amal ini pada pemiliknya. Saya adalah malaikat yang dipasrahi untuk menolak amalnya orang yang ghibah. Allah memerintahanku untuk tidak meninggalkan amal orang yg ghibah dan tak membiarkannya melewatiku.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal baik hamba yg tidak ghibah, amal itu bercahaya dan malaikat hafadhoh menganggapnya bagus dan banyak. Ia pun berhasil melewati langit yg pertama dan sampailah pada langit kedua (bernama “al-maa’uun”) yang terbuat dari besi dan marmer putih. Malaikat penjaga langit kedua (bernama Rouba’il) pun berkata, “Berhentilah dan pukulkanlah amal ini pada pemiliknya. Karena ia hanya menginginkan kepentingan dunia dg amal ini. saya adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amal hamba yang membanggakan dirinya. Allah menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan tak membiarkannya melewatiku. Karena ia membanggakan dirinya di hadapan manusia.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya, seperti shodaqoh, sholat, puasa dan kebaikan2 lainnya. Amal2 tersebut membuatnya kagum, ia pun berhasil melewati langit pertama dan kedua dan sampailah pada langit ketiga (bernama Haribut) yg terbuat dari tembaga (waqila: dari besi). Bacaan penduduk langit itu adalah subhanal hayyi alladzi la yamut (barang siapa yg membaca tasbih ini maka ia mendapat pahala seperti pahala penduduk langit Haribut). Namun penjaga langit tersebut berkata pada malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada pemiliknya. Saya adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amalnya orang yg sombong. Allah memerintahkanku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan tidak membiarkannya melewatiku. Pemilik amal ini sombong di hadapan manusia.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya seperti cahaya bintang dan berdengung seperti dengungan lebah, dengungan sayap burung dan dengungan angin, meliputi amal bacaan tasbih, sholat, puasa, haji, umroh. Amal ini berhasil melewati 3 langit sebelumnya dan sampailah pada langit keempat (bernama az-Zahir) yg terbuat dari tembaga (waqila: dari perak). Bacaan tasbih penduduknya adalah “subhanal malikil quddus” (barangsiapa yg membaca tasbih ini, maka ia mendapat pahala seperti pahala penduduk langit az-zahir). Namun malaikat penjaga langit tersebut berkata pd malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah, punggung dan perut pemiliknya. Saya adalah malaikat yg dipasrahi menolak amalnya orang yg punya sifat ‘ujb (mengagumi diri sendiri). Tuhanku menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan membiarkannya melewatiku. Sesungguhnya orang ini ketika beramal merasa kagum atas dirinya sendiri.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba berupa jihad, haji dan umroh yg bercahaya seperti cahaya matahari. Ia berhasil melewati 4 langit dan sampailah pada langit kelima (bernama al-musharoh) yg terbuat dari perak (waqila: dari emas). Amal yg dibawanya tersebut dihiasi indah bagaikan pengantin. Namun malaikat penjaga langit tersebut berkata pada malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah pemiliknya dan bebankan pada pundaknya. Saya adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amal orang yg hasud. Sesungguhnya orang ini hasud pd orang lain yg sedang belajar dan beramal sepertinya, dan setiap kali ada orang lain yg lebih utama ibadahnya daripada dirinya, maka ia hasud padanya dan ngerasaninya. Tuhanku menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan membiarkannya melewatiku.”
Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba yg bercahaya seperti cahaya matahari berupa wudlu’ yg sempurna, sholat, zakat, haji, umroh, jihad dan puasa. Ia berhasil melewati kelima langit dan sampailah pada langit keenam (bernama al-kholishoh) yg terbuat dari emas (waqila: dari intan). Malaikat penjaga langit ini (bernama Thouthoil) berkata pada malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada wajah pemiliknya. Karena ia sama sekali tidak memiliki kasih sayang pd hamba Allah yg lain ketika mereka tertimpa musibah atau sakit. Tapi ia malah bergembira dengan musibah itu. Saya adalah malaikat yg dipasrahi untuk menolak amal orang yg tidak berbelas kasih. Tuhanku menyuruhku untuk tidak meninggalkan amal itu dan membiarkannya melewatiku.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba berupa puasa, sholat, sedekah fi sabilillah, jihad dan wira’i. Amal-amal itu bersuara seperti suara lebah dan bercahaya seperti matahari. (dalam kitab minhajul abidin: bersuara seperti suara petir dan bercahaya seperti kilat). Amal itu disertai oleh 3000 malaikat dan mereka berhasil melewati 6 langit sebelumnya dan sampailah pada langit ketujuh (bernama al-Labiyah) yg terbuat dari yaqut merah. Bacaan tasbih penduduknya adalah “subhana kholiqin nur” (Barangsiapa yg membaca tasbih ini, maka akan mendapat pahala sebagaimana pahala penduduk langit ketujuh). Namun malaikat penjaga langit ini berkata pada malaikat hafadhoh, “Berhentilah dan pukulkan amal ini pada seluruh anggota tubuh pemiliknya. Aku diperintah oleh Tuhanku untuk menghalangi setiap amal yg dilakukan bukan untuk ridlo Tuhanku. Orang ini beramal karena selain Allah. Ia ingin dianggap agung di kalangan fuqoha’ dan ulama’, ingin pangkat di kalangan pembesar, dan ingin dikenal sebagai orang baik oleh seluruh manusia. Tuhanku memerintahkanku untuk tidak meninggalkan amal orang ini dan membiarkannya melewatiku. Setiap amal yg bukan karena Allah adalah riya’, dan Allah tak menerima amalnya.”

Esoknya malaikat hafadhoh membawa amal hamba berupa sholat, zakat, puasa, haji, umroh, akhlaq mulia, berdiam diri dari segala hal yg tak bermanfaat untuk dunia dan akhirat, dzikir Allah baik dalam sepi maupun keramaian , hingga amal-amal itu diikuti oleh para malaikat yg menjaga 7 langit hingga sampai pada Allah Subhanahu wa ta’ala. Mereka berdiri di hadapan-Nya dan menyaksikan bahwa amal itu sholih dan murni ikhlas untuk Allah Ta’ala. Allah pun dawuh, “Kalian adalah malaikat yg mengawasi amal hamba-Ku, namun Aku adalah Dzat Yang Mengawasi apa yang ada di hatinya. Sesungguhnya orang ini tidak mengharapkan-Ku dengan amal ini, ia mengharapkan selain-Ku. Maka baginya la’nat-Ku” Para malaikat pun sama-sama berkata, “Baginya la’nat-Mu dan la’nat kami.” Maka orang itu pun dilaknat oleh seluruh penduduk langit.

Mu’adz bin Jabal rohimahullah menangis dan berteriak keras. Ia berkata, “Ya Rosulullah, engkau adalah utusan Allah sedangkan saya hanyalah Mu’adz. Bagaimana saya bisa selamat dari hal-hal itu?” Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Wahai Mu’adz, ikutilah keyakinanku meski ada kekurangan pada amalmu.
Wahai Mu’adz, jagalah lisanmu dari ghibah teman-temanmu, terutama pada orang2 yg menghafal al-Qur’an.
Tanggunglah dosamu sendiri, jangan membebankannya pada orang lain
Jangan menganggap suci dirimu sendiri dengan mencela orang lain
Jangan meninggikan dirimu di atas orang lain dengan merendahkan mereka
Jangan masukkan kepentingan dunia pada amal akhirat
Jangan riya’ atas amalmu
Jangan sombong di majlismu agar orang lain tak takut dengan keburukan akhlaqmu
Jangan berbisik pada seseorang sedangkan ada 1 orang lagi di situ
Jangan menganggap agung dirimu sendiri di hadapan orang lain sehingga kau terputus dari kebaikan dunia dan akhirat
Jangan merobek hati orang lain dengan lisanmu (melalui ghibah dan hinaan), maka kau akan dirobek-robek oleh anjing neraka kelak di hari kiamat
Allah Ta’ala berfirman “wan naasyithooti nasythoo” tahukah kau wahai Mu’adz, apa itu?”

Mu’adz menjawab “Apa itu wahai Rosulullah? Ayah dan ibuku sebagai penebusmu.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Itu adalah anjing-anjing di neraka yang mencopot daging dari tulang penyangganya.”

Mu’adz berkata, “Wahai Rosulullah, ayah dan ibuku sebagai penebusmu. Siapakah yg akan kuat dan selamat dari hal ini?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Wahai Mu’adz, semua pesan yang kukatakan akan terasa mudah bagi orang2 yg memang dimudahkan oleh Allah Ta’ala. Kau cukup mencintai manusia seperti engkau mencintai dirimu sendiri, dan membenci keburukan yg menimpa mereka seperti jika engkau membenci keburukan yg menimpamu. Dengan demikian kau akan selamat”

Kholid bin Ma’dan pun berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yg lebih banyak bacaan al-Qur’annya melebihi Mu’adz bin Jabal karena hadits yg agung ini.”

Penting: Entahlah, mana yg harus digarisbawahi. Semuanya penting, dan semuanya bikin saya merinding. Intinya kita harus bisa menjaga hati, agar tidak sampai terkotori oleh ma’siat-ma’siat bathin, baik itu terkait dengan hablun min Allah, maupun hablun min an-naas.

Semoga amal baik yg kita kerjakan (yg sejatinya kemauan, kesempatan, semangat dan kekuatan untuk beramal baik itu adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala) diterima oleh Allah dan bukan menjadi media la’nat bagi kita.

Sumber: Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Syarh Muroqil ‘Ubudiyyah ‘ala Matni Bidayatil Hidayah, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2010), hal: 152-158

Semoga bermanfa’at.
PP. Miftahul Huda, Malang
1 Januari 2014. Pukul 22.10 WIB






Tidak ada komentar:

Posting Komentar